Waktu yang tepat takeover KPR

Hendra memandang rumah kecil yang baru mereka tempati hampir dua tahun lalu. Rumah itu memang sederhana, tapi penuh dengan kebahagiaan. Setiap sudutnya menyimpan kenangan—tawa anak pertama mereka, Sarah, yang mulai belajar berjalan, atau aroma masakan istrinya, Dian, yang selalu memenuhi rumah setiap akhir pekan.

Namun, di balik kebahagiaan itu, ada satu hal yang mengganggu pikiran Hendra. Cicilan KPR.

Awalnya, ketika mereka membeli rumah ini, Hendra dan Dian merasa bangga. Mereka berhasil mendapatkan rumah idaman dengan cicilan yang terjangkau berkat bunga tetap 6% selama tiga tahun pertama. Hidup terasa ringan. Namun, saat masa bunga tetap berakhir, bunga KPR mereka beralih ke floating rate yang mengikuti suku bunga acuan Bank Indonesia.

Tahun pertama setelah bunga floating diterapkan, cicilan mereka masih terasa wajar. Namun, tahun kedua, seiring dengan kenaikan BI rate yang terus-menerus, cicilan mereka melonjak tajam. Dari yang semula hanya Rp 4,5 juta per bulan, kini menjadi Rp 6,5 juta. Itu artinya, beban mereka bertambah hampir dua juta setiap bulan.

Pagi itu, saat sarapan dengan Dian, Hendra memutuskan untuk berbicara.

“Din, cicilan kita makin berat. Aku nggak tahu lagi kalau begini terus,” kata Hendra dengan nada serius.

Dian menatapnya. “Iya, aku juga ngerasain. Cuma, kita udah hampir tiga tahun, jadi cicilan yang tersisa nggak banyak lagi, kan? Mungkin kita harus tahan sedikit lagi.”

Hendra mengangguk pelan, tetapi hatinya tak tenang. Dia sudah mulai berpikir untuk mencari solusi—apakah refinancing atau takeover KPR ke bank lain yang menawarkan bunga lebih rendah. Namun, dia juga tahu bahwa hal itu bukan keputusan yang bisa diambil sembarangan.

“Sebenernya, kapan sih waktu terbaik untuk takeover KPR, Din?” tanya Hendra sambil memandangi pemandangan dari jendela.

Dian terdiam sejenak, lalu berkata, “Kita harus hitung-hitung dulu. Waktu terbaik takeover KPR itu biasanya pas bunga floating kita udah mulai sangat tinggi atau ketika kita merasa beban cicilan nggak lagi sebanding dengan penghasilan kita. Kalau bunga floating kita terus naik, bisa-bisa kita kesulitan bayar.”

Hendra mengangguk setuju. Namun, masalahnya bukan hanya soal penghasilan. Dia harus mencari bank baru yang menawarkan bunga lebih rendah, dan itu artinya harus melewati proses yang cukup rumit: mengajukan kembali KPR, biaya appraisal rumah, serta biaya administrasi bank yang kadang cukup tinggi.


Tiga bulan kemudian

Setelah terus memantau perkembangan suku bunga dan mendiskusikan opsi-opsi yang ada, Hendra akhirnya merasa sudah saatnya untuk bertindak. Bunga floating mereka sudah mencapai 12%, dan dengan perhitungan, cicilan mereka bisa semakin tinggi dalam beberapa bulan ke depan.

Di malam hari, sambil menikmati secangkir teh, Hendra dan Dian duduk berdua di ruang tamu. Hendra membuka laptop dan memulai pencarian untuk bank yang menawarkan refinancing KPR dengan bunga tetap lebih rendah.

“Aku rasa sekarang waktu yang tepat. Bunga floating sudah semakin tinggi, dan kita juga punya cukup cadangan dana untuk menutupi biaya appraisal dan administrasi. Kalau kita tunda terus, cicilan kita bakal makin berat,” kata Hendra dengan tekad.

Dian mengangguk. “Iya, sebaiknya kita ambil keputusan sekarang. Kalau menunggu lagi, bisa-bisa bunga semakin naik, kan?”

Mereka mulai menghubungi beberapa bank dan memeriksa penawaran yang ada. Setelah beberapa minggu, mereka menemukan bank yang menawarkan bunga tetap 5,75% untuk lima tahun ke depan, jauh lebih rendah dari bunga floating yang mereka bayar sebelumnya.

Proses takeover KPR mereka berjalan cukup lancar. Hendra dan Dian mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan, serta biaya appraisal rumah. Akhirnya, setelah menunggu sekitar satu bulan, KPR mereka disetujui oleh bank baru. Cicilan bulanan mereka kembali menjadi lebih ringan, sekitar Rp 5 juta per bulan, lebih rendah dibandingkan dengan cicilan terakhir yang mencapai Rp 6,5 juta.

“Syukurlah, Din. Ini benar-benar solusi yang kita butuhkan,” kata Hendra sambil menghela napas lega.

Dian tersenyum. “Ini langkah yang tepat. Waktu terbaik untuk takeover KPR itu adalah ketika bunga floating sudah benar-benar mengganggu dan cicilan terasa tidak terkendali. Kita nggak mau terjebak dalam situasi yang semakin sulit, kan?”

“Betul. Lebih baik sekarang daripada nanti,” jawab Hendra.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *