Dian menatap layar laptopnya dengan cemas. Angka-angka cicilan KPR terus bertambah sejak suku bunga mengambang diberlakukan dua bulan lalu. Rumah kecil yang dulu terasa seperti pencapaian, kini perlahan menjadi beban.
“Cicilan naik dua juta, Yan. Kita nggak akan bisa nabung sama sekali,” keluhnya pada suaminya, Ryan.
Ryan mengangguk pelan. “Aku udah coba hitung, kalau kita terusin begini, bisa-bisa dana pendidikan Dira kepotong.”
Dian menutup laptop dan menarik napas. “Kita harus cari jalan lain.”
Keesokan harinya, Ryan mulai mencari tahu soal takeover KPR—proses memindahkan KPR dari bank lama ke bank baru yang menawarkan bunga lebih rendah. Ia menemukan sebuah bank swasta yang menawarkan bunga tetap 5,25% selama lima tahun, jauh lebih rendah dibanding bunga floating 9,5% di bank lama mereka.
“Prosesnya ribet nggak, Mas?” tanya Dian ragu saat Ryan menjelaskan.
“Lumayan. Tapi kita bisa hemat sampai seratus juta dalam lima tahun. Worth it, kok.”
Mereka lalu mulai prosesnya: mengajukan aplikasi ke bank baru, melengkapi dokumen—fotokopi KTP, NPWP, slip gaji, surat keterangan kerja, serta dokumen properti dan KPR dari bank lama. Tak lupa, mereka menyiapkan appraisal ulang untuk menilai harga rumah saat ini.
Dua minggu kemudian, petugas bank baru datang untuk survei rumah.
“Rumahnya masih terawat bagus, Pak,” kata petugas sambil memotret fasad rumah.
Setelah hasil appraisal keluar dan disetujui, bank baru menyetujui kredit. Mereka mengurus pelunasan ke bank lama, termasuk membayar penalti pelunasan dipercepat. Syukurlah, penalti itu ditutup sebagian oleh promo dari bank baru.
Sebulan kemudian, mereka resmi menandatangani akad kredit di bank baru. Cicilan turun, dan beban terasa sedikit lebih ringan.
Di malam hari, setelah anak mereka tidur, Dian menuangkan teh hangat dan duduk di sebelah Ryan di balkon kecil rumah mereka.
“Capek, ya?” tanya Dian sambil menyandarkan kepala di pundak suaminya.
Ryan tersenyum. “Capek, tapi senang. Sekarang rumah ini rasanya kembali jadi milik kita, bukan cuma tagihan yang bikin stres.”
Dian tertawa pelan. Di balik proses yang rumit, ada rasa lega yang tak bisa dihitung dengan angka.